Rabu, 28 Januari 2015

GURU HARUS KAYA




Oleh: Jasman, S.Pd
Guru SMA Negeri 1 Toboali 

Tentu kita semua masih ingat dengan lagu Umar Bakri. Bahkan lagu ciptaan Iwan Fals tersebut masih sangat akrab  di telinga kita sampai sekarang. Sebuah tembang yang dirilis tahun 1981 itu bercerita tentang kisah seorang guru pegawai negeri yang sangat berjasa mencetak orang-orang pintar. Tetapi, dari sisi ekonomi Umar Bakri adalah sosok guru yang kurang beruntung.
Hanya dengan mengendarai sepeda kumbang, membawa tas kulit warna hitam, dan penghasilan yang kecil, Umar Bakri sepedanya untuk menghampiri para murid yang telah menunggunya di gerbang sekolah. Tidak ada kata mengeluh ataupun berputus asa. Dengan penuh keyakinan Umar Bakri tetap menjalankan tugas kesehariannya sebagai seorang guru. Sebuah gambaran seorang guru yang masih hidup dalam “kemiskinan”.
Di era modern ini, guru yang seperti sosok Umar Bakri tidak lagi terjadi. Sudah saatnya seorang guru hidup dalam taraf yang layak. Layak dari sisi ekonomi, ilmu, pengetahuan, dan keterampilan. Apalagi sekarang pemerintah telah mengeluarkan program sertifikasi guru. Bagi guru berstatus pegawai negeri, gaji yang diterimanya menjadi dua kali lipat. Sedangkan bagi guru sekolah swasta, tunjangan sertifikasi dibayarkan pemerintah sesuai dengan standar minimal yang telah ditentukan. Pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan pemerintah saat ini adalah nasib para guru honorer. Pemerintah harus pintar-pintar merumuskan kebijakan agar kesejahteraan para guru honorer bisa meningkat. Ringkasnya, pemerintah harus mampu membuat semua guru, pegawai negeri, guru sekolah swasta, dan guru honorer, menjadi guru yang kaya.
Menjadi kaya adalah sebuah kebutuhan. Agama pun menganjurkan umatnya hidup kaya. Karena kemiskinan akan membawa manusia mendekati kekafiran. Dengan kekayaan manusia akan lebih mudah untuk berbuat amal. Karena tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Supaya tangan bisa di atas maka kita harus kaya.
Begitu juga dengan guru. Guru yang kaya akan lebih fokus dalam mengajar. Pendistribusian pengetahuan akan lebih terkontrol. Mendidik siswanya terasa lebih berasa. Bergaul pun  akan lebih percaya diri. Dan, beramalnya pun akan lebih bermanfaat. Tinggal bagaimana guru me-manage segala potensi sumber daya untuk menjadi kaya.
Guru kaya yang penulis maksud tidaklah hanya sebatas kaya harta. Tetapi kaya dalam arti yang luas. Karena kaya harta sering kali membuat orang lupa. Kaya harta tidak jarang membuat orang susah. Ada beberapa kekayaan yang harus dimiliki oleh seorang guru.
Pertama, Kaya Hati. Memang hati hanyalah segumpal daging yang tertanam dalam tubuh seseorang. Tetapi  hati memiliki makna yang sangat vital bagi seorang individu. Jika hatinya baik, maka baiklah orang tersebut. Sebaliknya, jika jelek hati seseorang maka jeleklah perangai orang tersebut. Seorang yang kaya hati (baik hati) akan disenangi semua orang. Seorang guru yang kaya hati akan selalu membuat murid-muridnya senang, ceria, dan bahagia. Kehadirannya selalu dinantikan oleh murid-muridnya. Ketidakhadirannya membuat murid-muridnya rindu. Ketika bertemu muridnya akan merasa bahagia. Lisannya terjaga. Sehingga mendengar suaranya saja murid-muridnya akan tersenyum.
Berbeda dengan guru yang miskin hatinya. Guru seperti ini akan ditakuti oleh murid-muridnya, bahkan tidak jarang menimbulkan kebencian. Kehadirannya membuat muridnya gerah. Ketidakhadirannya sangat disyukuri oleh murid-muridnya. Ketika senyum pun hanyalah senyum sinis sehingga tidak mampu mensenyumkan hati murid-muridnya. Guru yang miskin hati lisannya pun tidak terjaga dengan baik. Perkataannya kadang melukai hati orang yang mendengarnya.
Kedua, Kaya Ilmu dan Pengetahuan. Sebagai seorang professional, seorang guru harus menguasai ilmu yang luas. Paling tidak ilmu yang berhubungan dengan bidang studinya. Jangan pernah terjadi seorang guru dicap “bodoh” oleh murid-muridnya. Oleh karena itu, semua guru harus senantiasa men-charge dan meng-update perkembangan ilmu pengetahuannya. Di zaman globalisasi seperti sekarang tidak jarang seorang murid memperoleh ilmu pengetahuan lebih cepat dari gurunya. Jika guru tidak mengimbanginya dengan cepat, maka tidak segan-segan muridnya memberi label jelek kepada gurunya.
Ketiga, Kaya Keterampilan. Sekarang bukan zamannya guru Umar Bakri. Guru yang hanya bermodal tas kulit dengan sebundel buku untuk dibawa ke dalam kelas. Bukan saatnya lagi guru hanya menulis di papan hitam berdebu. Sekarang zamannya guru harus memiliki keterampilan mengelola teknologi. Bukanlah hal yang langka ketika ada guru yang pintar mengoperasionalkan perangkat IT. Karena sekarang guru senantiasa dituntut untuk memiliki keterampilan seperti itu. Penggunaan IT dalam mengajar sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Intinya, dengan kekayaan keterampilan seorang guru akan mampu merancang dan melaksanakan pembelajaran yang menarik. Ilmu pengetahuan pun semakin mudah ditransfer kepada murid-muridnya.
Namun, kendala yang dihadapi oleh guru-guru underqualified adalah keengganan mereka untuk berlatih menguasai IT. Dalam istilah kerenya jadi guru gaptek (gagap teknologi). Pikiran mereka selalu didogma dengan mental yang kolot. Mereka selalu merasa puas dengan gaya klasiknya. Padahal, suatu hal yang sudah expired jika ada perangkat pembelajaran yang masih dibuat dengan tulisan tangan.
Keempat, Kaya Amal. Amal adalah perbuatan. Amal yang baik akan mendapat balasan yang baik (baca; pahala) pula. Begitu pula amal yang buruk akan memperoleh imbalan yang buruk juga (baca: dosa). Dengan disertai niat yang baik, rutinitas guru mengajar dicatat Tuhan YME sebagai amal jariyah. Artinya mengajar adalah sebuah ladang amal bagi seorang guru. Tetapi amal tersebut harus ditindaklanjuti dengan amal perbuatan yang lain. Sebagai contoh rajin beribadah, sering bersedekah, serta amalan lainnya. Kebiasaan baik tersebut bisa menjadi pemantik semangat murid-murid untuk ikut melakukan hal yang sama. Sehingga guru tersebut benar-benar menjelma menjadi sosok yang patut diteladani, digugu dan ditiru.
Kelima, Kaya Pergaulan. Sebagai makhluk sosial, guru tidak mampu hidup secara menyendiri. Hal ini menandakan bahwa seorang guru senantiasa ingin berkembang. Perkembangan itu bisa dicapai ketika guru tersebut sering bersosialisasi dengan orang lain, baik dengan murid, sesama rekan sejawat, kolega, maupun masyarakat umum.
Seorang guru harus mempunyai ruang lingkup pergaulan yang luas. Ada banyak wadah bagi guru dalam mencari komunitas pergaulannya. Di tingkat sekolah misalnya, guru bisa berbaur dengan semua warga sekolah. Murid, teman sejawat, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan bisa menjadi wadah berdiskusi dan sharing informasi. Di luar sekolah, Forum-forum guru menjadi alternatif bagi guru untuk mengembangkan pergaulan. Organisasi Profesi (PGRI), MGMP, Forum Ilmiah Guru, dan organisasi (nonpolitik) lainnya adalah contoh wadah pergaulan guru. Tentunya pergaulan yang bersinergi dengan profesionalitas seorang guru. Masyarakat juga tidak bisa terlepas dari ruang lingkup pergaulan guru. Guru harus memiliki kompetensi sosial yang baik di masyarakat. Mengikuti kegiatan keagamaan (menjadi pengurus masjid dan majlis taklim), lembaga kemasyarakatan (RT/RW) bisa meningkatkan pergaulan guru.
Seorang guru yang kaya pergaulannya akan memiliki pengalaman yang lebih matang. Guru tersebut menjadi lebih dewasa dibandingkan dengan guru yang miskin pergaulan. Guru yang kaya pergaulan maka kompetensi sosialnya akan lebih berkembang. Hal ini akan berpengaruh terhadap caranya bersosialisasi dengan murid-muridnya.
Keenam, Kaya Harta. Harta adalah aset yang dimiliki seseorang. Dengan harta manusia mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin kaya seseorang, maka semakin banyak pula kebutuhan yang terpenuhi. Seorang guru yang kaya harta akan lebih mudah memenuhi kebutuhan mengajarnya. Namun, bukan berarti guru yang tidak kaya tidak bisa seperti itu. Kaya harta bukan sekedar diartikan memiliki banyak harta. Guru yang kaya harta adalah guru yang bisa mensyukuri segala rezeki yang ada serta mampu memanfaatkannya bagi kepentingan yang bermanfaat.
Semoga kita semua termasuk golongan Guru Kaya, kaya hati, kaya ilmu, kaya keterampilan, kaya amal, kaya pergaulan, dan kaya harta. Mari kita hilangkan kesan guru “miskin” di negeri kita ini. Sudah saatnya guru menjadi sosok yang  benar-benar bermanfaat bagi murid-murid. Wallahu a’lam.

0 komentar :

Posting Komentar