KEGIATAN PEMBINAAN GURU RA DAN MADRASAH

Kepala Seksi Pendidikan Madrasah Harus, S.Pd.I didampingi Kasi PAKIS H.M. Karyawan, S.Ag membuka kegiatan Pembinaan Guru RA dan Madrasah

Pelantikan Pejabat

Kepala Kantor Kemenag Bangka Selatan Syarifudin, S.Ag., M.Pd.I memimpin pengucapan sumpah jabatan untuk pejabat yang dilantik

Foto Bersama

Pejabat yang dilantik berfoto bersama dengan Kakanwil Kemenag Prov. Babel Prof. DR. H. Hatamar, M.Ag, Kakankemenag Basel Syarifudin, S.Ag., M.Pd.I dan Kasubbag TU Kankemenag Basel H. Agus Sadimin, S.Ag., M.Pd.I

UPACARA BULANAN

Peserta upacara

Rabu, 28 Januari 2015

PENANAMAN (PENDIDIKAN) KARAKTER DI KELUARGA

Oleh: Jasman, S.Pd
Guru SMA Negeri 1 Toboali

Untuk membangun bangsa yang unggul, maka pembenahan perlu dilakukan sejak dini. Pendidikan di sekolah maupun di rumah (keluarga) merupakan salah satu wadah atau sumber belajar dalam membentuk karakter masyarakat yang ideal. Sebagaimana ungkapan Dr. Martin Luther King, pendidikan mempunyai tujuan mulia yang melahirkan manusia cerdas dan berkarakter kuat. Begitu juga menurut Ho Chi Mien, Bapak Pendidikan Vietnam. Beliau berpesan bahwa pendidikan mutlak diperlukan dalam rangka membangun kondisi sosial-ekonomi suatu bangsa. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan (karakter) mempunyai peran strategis dalam menentukan arah pembangunan suatu bangsa.  Pendidikan karakter harus mulai diterapkan dalam setiap dunia kehidupan anak-anak, mulai dari keluarga, sekolah, bahkan di lingkungan bermainnya.
Pendidikan Karakter di Keluarga
            Keluarga adalah lembaga sosial yang pertama dalam masyarakat (WA. Gerungan). KH Abdullah Gimnastiyar atau Aa’ Gym menggeneralisasikan keluarga sebagai sebuah organisasi kecil yang terdiri atas pemimpin (ayah sebagai kepala rumah tangga) dan terpimpin (ibu dan anak). Keluarga terbentuk karena dua hal, yaitu hubungan pernikahan dan hubungan darah. Hubungan pernikahan terbentuk dalam hubungan suami dan istri. Sedangkan hubungan darah terjadi antara ayah, ibu, dan anak-anak. Hubungan ini akan terjadi dalam jangka waktu lama. Setiap keluarga kemudian bersatu membentuk sebuah masyarakat.
            Keluarga mempunyai peran vital dalam pembangunan sebuah bangsa. Anak yang berasal dari keluarga yang baik akan terbentuk menjadi manusia yang baik. Anak inilah yang akan menjadi penerus pembangunan bangsa nantinya. Sebaliknya, anak yang berasal dari didikan keluarga yang broken home akan terbentuk menjadi anak yang tidak berkembang. Anak seperti ini tidak mampu melakukan pembangunan terhadap bangsa dan negaranya.
            Oleh sebab itu, peran keluarga harus dioptimalkan dalam pembentukan karakter seorang anak. Untuk itu, keluarga harus mampu memerankan 10 fungsinya (Syarbini, 2013) yakni Fungsi reproduksi, Fungsi edukasi, Fungsi proteksi , Fungsi afeksi, Fungsi sosialisasi, Fungsi religi, Fungsi ekonomi, Fungsi biologi, Fungsi transformasi, dan Fungsi rekreasi.
            Fungsi edukasi menempatkan keluarga sebagai lembaga pendidikan informal. Keluarga menjadi awal penanaman pengetahuan, sikap dan keterampilan anak. Keluarga mempunyai peran penting terhadap perkembangan pengetahuan anak. Fungsi proteksi maksudnya bahwa keluarga mempunyai kekuatan untuk memberikan rasa aman dan melindungi anggotanya dari berbagai macam gangguan lahir dan bathin. Fungsi afeksi akan memberikan rasa kasih sayang, kebersamaan, dan ikatan bathin kepada seluruh anggotanya. Sebagai lembaga sosialiasi, keluarga mempunyai fungsi untuk melatih anak bersosialisasi atau bergaul dengan orang lain.
            Fungsi keluarga yang sangat penting adalah fungsi religi. Keluarga mempunyai tanggung jawab mengenalkan konsep ketuhanan dan pelaksanaan ibadah keagamaan kepada anggota keluarga. Keluarga wajib menanamkan semangat ketuhanan yang benar kepada anak-anak. Fungsi ekonomi, fungsi biologi, dan fungsi rekreasi merupakan fungsi keluarga dalam rangka memenuhi segala kebutuhan hidup manusia, baik kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Sedangkan fungsi transformasi adalah fungsi keluarga dalam mentransfer nilai-nilai keluarga kepada anak cucunya.         
            Seluruh fungsi keluarga secara bersinergi membantu penanaman nilai pendidikan karakter bagi anak-anak. Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya, pendidikan karakter di lingkungan keluarga juga mencakup aspek-aspek afektif, kognitif, dan psikomotor. Menurut Syarbini (2014: 40), nilai-nilai karakter yang dapat ditanamkan dalam pendidikan karakter di keluarga meliputi keimanan dan ketaqwaan, kejujuran, disiplin, percaya diri, tanggung jawab, rasa keadilan, sopan santun, pemaaf, sabar, dan peduli. Nilai-nilai karakter ini dikembangkan dari ajaran agama, filsafat bangsa, serta nilai kearifan lokal suatu masyarakat.
            Sejalan dengan tujuan pendidikan secara umum, pendidikan karakter pada hakekatnya bertujuan menciptakan manusia yang cerdas pikiran, moral dan spiritualnya, berbudi pekerti yang luhur, taat menjalankan perintah agama, serta mempunyai mental yang terpuji. Namun secara khusus, penanaman pendidikan karakter di lingkungan keluarga bertujuan untuk menciptakan anak menjadi manusia yang berakhlak mulia, taat kepada perintah agamanya (baca: Allah dan Rasul) serta menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua.
            Untuk mencapai tujuan di atas, penanaman pendidikan karakter di keluarga dapat dilakukan oleh dua pelaku.  Pelaku pertama adalah keluarga inti (orang tua dan kakak adik). Ada dua alasan, yaitu orang tua telah dikodratkan untuk mendidik anak-anak yang dilahirkannya serta aspek kepentingan orang tua terhadap kesuksesan anak-anaknya (Tafsir, 2004: 74). Orang tua sangat bertanggung jawab menjadikan anak-anaknya menjadi insan yang berguna.
            Pelaku kedua, keluarga besar. Maksud keluarga besar disini adalah kakek, nenek, paman, bibi, saudara-saudara lainnya. Unsur-unsur ini bisa berpengaruh terhadap keberhasilan penanaman karakter di lingkungan keluarga. Ketika orang tua mengajarkan untuk sholat, tetapi di sisi lain anak-anak melihat kakek atau paman atau bibi tidak shalat, maka kepekaan anak untuk menuruti perintah orang tua akan sedikit goyah. Mereka bisa berdalih mengapa mereka saja yang shalat sedangkan orang lain tidak mengerjakannya. Oleh karena itu, perlu ada kesamaan pikiran, visi dan misi antara kedua pelaku di atas agar penanaman karakter di lingkungan keluarga berjalan secara utuh.
            Selain contoh mengajarkan ibadah, pendidikan karakter di lingkungan keluarga juga mengutamakan pendidikan akhlak mulia. Dalam peran menjadi seorang guru, Orang tua harus mampu memberikan contoh atau teladan yang baik kepada anak-anaknya. Karena sebagai seorang peserta didik, anak-anak mengikuti penuh apa yang dilakukan dan dikatakan oleh gurunya (orang tuanya).
            Ibarat kurikulum dalam pendidikan formal, Orang tua harus mengajarkan materi-materi tentang sopan santun, cara berbicara yang sopan, berjalan yang benar, berkomunikasi yang sopan, bertanggung jawab, bersikap jujur, suka membantu orang lain, serta pengajaran-pengajaran lainnya.  Jika dikaitkan dengan pengetahuan majemuk-nya Howard Gardner, pendidikan karakter di keluarga cenderung bertujuan meningkatkan kecerdasan interpersonal dan kecerdasan intrapersonal.
            Menurut Syarbini (2014), dalam bukunya membagi menjadi tujuh metode yang bisa digunakan untuk menanamkan karakter pada anak, yaitu:
1.        Metode internalisasi, yaitu memasukkan pengetahuan dan keterampilan ke dalam diri seseorang untuk menjadi kepribadiannya sehari-hari.
2.        Metode keteladanan, yaitu metode pengajaran dengan cara memberikan contoh atau teladan yang baik kepada anak-anak. Anak-anak akan meniru apa saja yang dilakukan dan apa saja yang dikatakan oleh orang tuanya. Jika orang tua berkata dan berlaku baik, maka baiklah yang ditiru anak-anaknya. Sebaliknya, jika orang tuanya sering berkata dan berlaku kurang baik, maka mereka akan berlaku dan berkata seperti orang tuanya tersebut.
3.        Metode pembiasaan. Pembiasaan merupakan cara orang tua untuk mengajarkan anak-anak untuk melakukan sesuatu. Pembiasaan dapat menanamkan rasa tanggung jawab anak atas pekerjaan atau rutinitas tersebut. Sebagai contoh pembiasaan shalat tepat waktu dapat mendidik anak untuk disiplin.
4.        Metode bermain. Kadangkala anak-anak merasa bosan dengan rutinitas serta aturan-aturan yang ketat. Baik di rumah maupun di sekolah anak-anak biasanya terikat oleh sebuah tatanan atau aturan. Metode bermain menjadi salah satu alternatif bagi orang tua untuk menanamkan karakter kepada anak. Tanpa mereka sadar, kegiatan bermain-main sebenarnya mengajarkan mereka karakter yang sangat penting. Sifat sportifitas, kerja sama, komunikasi merupakan bagian kecil dari pendidikan karakter dalam bermain.
5.        Metode bercerita. Ketika kita masih kecil, sering kali orang tua senang menceritakan sebuah dongeng kepada anak-anak mereka. Di dalam cerita tersebut orang tua bisa menyelipkan penanaman karakter kepada anak. Misalnya cerita kancil dan monyet yang berisi nasehat untuk hidup jujur. Cerita kancil dan kura-kura menanamkan karakter tidak sombong, dan sebagainya.
6.        Metode nasehat. Nasehat bisa diberikan secara langsung oleh orang tua kepada anaknya tanpa melalui perantara atau media bantu. Nasehat merupakan pesan-pesan orang tua secara langsung kepada anak tentang apa yang baik dan yang buruk untuk dikerjakan.
7.        Metode hadiah dan hukuman. Kadangkala kita sering mengabaikan metode reward and punishment. Kita terlalu sering memberikan hukuman kepada anak ketika mereka dinilai bersalah. Namun, ketika mereka memperoleh prestasi kita jarang memberikan hadiah (reward). Kata reward tidak terbatas pada hadiah yang berupa fisik, tetapi bisa diaplikasikan dalam bentuk pujian, tepuk tangan, pelukan, ciuman. Dengan cara seperti ini kita mendidik mereka menjadi orang yang bisa menghargai orang lain.  

MODEL PEMBELAJARAN THINK FIND AND SAY


Oleh: Jasman, S.Pd
Guru SMA Negeri 1 Toboali

Sudradjat (2008) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir pembelajaran yang disajikan secara khas oleh guru. Selanjutnya Soetopo (2005: 145) mendefinisikan model pembelajaran adalah pola untuk menerapkan kurikulum, merancang materi belajar, dan untuk melakukan pembimbingan siswa dalam kelas atau lainnya. Sedangkan Sumantri (2001: 37) mendefenisikan model pembelajaran  adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Model pembelajaran adalah suatu rencana pelaksanaan pembelajaran yang didesain secara sistematis untuk mendukung pembelajaran guna memberikan pengalaman belajar kepada siswa dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran menjadi kerangka berpikir tentang desain pembelajaran dari tahap awal sampai akhir  yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi selama pembelajaran berlangsung.
Ada beberapa fungsi penting dari model pembelajaran, yaitu:
1.        Model pembelajaran digunakan sebagai pedoman guru untuk merencanakan dan melaksanakan kegiatan pembelajaran. 
2.        Model pembelajaran menjadi pedoman untuk melakukan bimbingan dan arahan kepada siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Marc Belt (1950) mengungkapkan bahwa model pembelajaran mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.         Berdasarkan teori pendidikan dan teori belajar tertentu, misalnya model pembelajaran inkuiri yang disusun oleh Richard Suchman dan dirancang untuk mengembangkan penalaran didasarkan pada tata cara penelitian ilmiah. Model pembelajaran kelompok yang disusun oleh Hebert Thelen yang dirancang untuk melatih partisipasi dan kerjasama dalam kelompok didasarkan pada teori John Dewey.
b.        Mempunyai misi atau tujuan pendidikan tertentu.
c.         Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan pembelajaran di kelas.
d.        Memiliki perangkat bagian model yang terdiri dari:
·           urutan langkah pembelajaran,yaitu tahap-tahap yang harus dilakukan oleh guru bila akan menggunakan model pembelajaran tertentu.
·           prinsip reaksi, yaitu pola perilaku guru dalam memberikan reaksi terhadap perilaku siswa dalam belajar.
·           sistem sosial, adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat mempelajari materi pelajaran. ada tiga pola hubungan dalam sistem sosial yaitu tinggi, menengah, dan rendah. pola hubungan disebut tinggi apabila guru menjadi pemegang kendali dalam pembelajaran. pola hubungan disebut menengah apabila guru berperan sederajat dengan siswa dalam kegiatan pembelajaran. pola hubungan disebut rendah apabila guru memberikan kebebasan kepada siswa dalam kegiatan pembelajaran.
·           sistem pendukung adalah penunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan pembelajaran di kelas misalnya media dan alat peraga.
e.         Memiliki dampak sebagai akibat penerapan model pembelajaran baik dampak langsung dengan tercapainya tujuan pembelajaran, maupun dampak tidak langsung yang berhubungan dengan hasil belajar jangka panjang. Menurut Komaruddin (2000) bahwa model belajar dapat diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan.
Seorang guru menerapkan model pembelajaran supaya kegiatan pembelajaran di kelas menjadi lebih variatif. Tujuan utamanya adalah agar siswa lebih tertarik mengikuti pembelajaran. Manilia (2012: 5 – 6) membagi ada 6 tujuan penerapan model pembelajaran adalah:
a.       Menanamkan kesadaran dari dalam diri siswa untuk memahami lingkungan sekitar dengan cara menggali dan mengorganisasikan data, menemukan masalah dan menciptakan pemecahannya.
b.      Menekankan siswa untuk bisa memahami diri sendiri dengan baik agar menjadi lebih kreatif.
c.       Menyadari siswa sebagai harus mampu bekerja sama dalam mencapai suatu tujuan. Model pembelajaran sosial ini mempunyai ciri sebagai model pembelajaran yang menekankan pada konsep kerjasama antar siswa.
d.      Melatih siswa untuk mampu mengoreksi diri sendiri. Model ini memusatkan perhatian pada perilaku yang terobsesi dan dalam rangka mengkomunikasikan keberhasilan.
Banyaknya literatur yang membahas tentang model pembelajaran menyebabkan model pembelajaran menjadi sebuah tema yang popular. Beberapa literature membagi model pembelajaran menjadi beberapa kelompok, yaitu kelompok model sosial, personal, pengolahan informasi, dan kelompok sistem perilaku (Barlian, 2009: 80). Oleh sebab itu, guru harus mampu memilih model yang sesuai dengan konteks pembelajaran.
Penulis berpendapat bahwa model yang tepat untuk mata pelajaran rumpun IPS seperti ekonomi, sosiologi adalah kelompok model sosial. Alasannya karena model pembelajaran tersebut akan mengakibatkan terjadinya beberapa hal di bawah ini, yaitu: 1) Menimbulkan sikap saling ketergantungan positif antara satu siswa dengan siswa yang lainnya. 2) Terjadinya interaksi langsung yang terjadi antara siswa dan guru. 3) Siswa dituntut untuk menggunakan keterampilan sosial. 4) Adanya evaluasi proses kelompok.

Model Pembelajaran Think Find and Say
Sebagai  bentuk pembelajaran kooperatif, penerapan model pembelajaran pada prinsipnya bertujuan untuk mengoptimalkan partisipasi siswa dan meminimalisir peran guru dalam pembelajaran. model pembelajaran dipakai sebagai bentuk tindaklanjut dari metode diskusi yang ada. Ada banyak model pembelajaran yang sering muncul dalam literatur pendidikan dunia. Beberapa model pembelajaran yang sudah akrab dengan guru-guru seperti Jigsaw, Studen Team Achievement Division, Picture and Picture, model kooperatif, CTL, dan lain-lain. Ada juga model-model pembelajaran yang relatif belum akrab di telinga seperti model Reciprocal Learning, AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition), SAVI, VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic), TAI (Team Assisted Individualy), dan model-model yang lain.
Apakah yang dimaksud dengan model pembelajaran Think Find and Say? Model Think Find and Say adalah model pembelajaran yang mengandalkan kemampuan siswa dalam berpikir, menemukan konsep, dan berbagi pengetahuan. Model Think Find and Say (TFS) adalah gabungan dari 3 kata kerja Think (Berpikir), Find (Menemukan) and Say (Mengungkapkan). Model pembelajaran TFS adalah model pembelajaran yang mengedepankan kemampuan siswa dalam berbicara.
Prosedur pembelajaran dengan model TFS ini diawali dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir atau memahami konsep awal materi pembelajaran. Kemudian, siswa diberikan kesempatan untuk menemukan situasi riil atau konstektual yang berkaitan dengan materi pelajaran. Akhirnya setiap siswa diminta untuk mempresentasikan atau mengungkapkan pemahaman mereka sesuai dengan analisis yang dihasilkan dari pemahaman awal dengan kondisi riil. Untuk mempermudah pembelajaran, model TFS ini memanfaatkan alat-alat atau media untuk membantu siswa menelaah materi pembelajaran. alat-alat bantu seperti internet, buku-buku sumber, koran majalah bekas, dan sebagainya.
Dengan menerapkan model TFS dan alat bantu tersebut siswa akan mampu membuktikan teori bahwa siswa bisa memperoleh hasil belajar sebesar 90 persen dengan cara melakukan dan mengatakannya. Proses “melakukan” diaplikasikan dalam kegiatan Find, yaitu menemukan contoh-contoh kondisi riil dari internet, buku-buku, koran dan majalah bekas baik berupa gambar maupun berita. Sedangkan proses “mengatakan” diaplikasikan pada kegiatan Say, yaitu kegiatan presentasi dan tanya jawab antar kelompok.
 Adapun skenario pembelajaran dengan model TFS adalah:
·           Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
·           Siswa mendapatkan penjelasan singkat tentang materi pelajaran
·           Siswa mendapat penjelasan tentang proses pelaksanaan model pembelajaran   Think Find and Say.
·           Membagi kelas menjadi kelompok  kecil yang beranggotakan 3 sampai 4 siswa.
·           Think : Siswa diajak berpikir tentang konsep pembelajaran
·           Find : Masing-masing kelompok berdiskusi menemukan konsep pembelajaran dari berbagai sumber.
·           Say : setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan kelas. Sedangkan kelompok lain dipersilahkan menyampaikan pertanyaan atau sanggahan.
·           Siswa diminta membuat kesimpulan tentang materi yang sudah didapat
·           Guru menanyakan kepada siswa apakah sudah memahami materi pelajaran.
·           Memberikan soal latihan kepada siswa
·           Evaluasi atau penilaian untuk mengukur ketercapaian tentang tujuan pembelajaran
Semoga tulisan ini bisa menambah literature tentang model pembelajaran. Apabila terdapat beberapa kekurangan, penulis mengharapkan adanya masukan. Selamat mencoba. Wallahu a’lam
BIODATA PENULIS
  1. Nama Lengkap                                    :     Jasman, S,Pd.
  2. NIP                                                     :     19811121 201001 1 013
  3. Pangkat / Golongan                            :     Penata Muda Tk. I /  III b
  4. Jenis Kelamin                                      :     Laki-Laki
  5. Tempat / Tanggal Lahir                       :     Nyelanding, 21 Nopember 1981
  6. Pendidikan  Terakhir dan Jurusan       :     S 1 / Pend. Ekonomi Koperasi
  7. Madrasah/Sekolah  Tempat Tugas      :    
a.       Nama Madrasah/Sekolah              :     SMA Negeri 1 Toboali
b.      Alamat Madrasah                          :     Jl. Puput
c.       Kelurahan / Desa                           :     Toboali
d.      Kecamatan                                    :     Toboali
e.       Kabupaten                                     :     Bangka Selatan
f.       Propinsi                                         :     Kep. Bangka Belitung
8.      Mata Pelajaran                                    :    Ekonomi
9.      Prestasi                                                :    Guru SMA Berprestasi Tingkat Propinsi Kep. Babel 2014
Guru SMP Berprestasi Tingkat Kabupaten Bangka Selatan 2011
Guru Madrasah Teladan Kabupaten Bangka Selatan 2009
10.  Buku                                                   :    Pendidikan Untuk Seumur Hidup
     Pedoman Mudah PTK