Oleh: Jasman, S.Pd
Guru SMA Negeri 1 Toboali
Tentu
kita semua masih ingat dengan lagu Umar Bakri. Bahkan lagu ciptaan Iwan Fals
tersebut masih sangat akrab di telinga
kita sampai sekarang. Sebuah tembang yang dirilis tahun 1981 itu bercerita
tentang kisah seorang guru pegawai negeri yang sangat berjasa mencetak
orang-orang pintar. Tetapi, dari sisi ekonomi Umar Bakri adalah sosok guru yang
kurang beruntung.
Hanya
dengan mengendarai sepeda kumbang, membawa tas kulit warna hitam, dan
penghasilan yang kecil, Umar Bakri sepedanya untuk menghampiri para murid yang
telah menunggunya di gerbang sekolah. Tidak ada kata mengeluh ataupun berputus
asa. Dengan penuh keyakinan Umar Bakri tetap menjalankan tugas kesehariannya
sebagai seorang guru. Sebuah gambaran seorang guru yang masih hidup dalam
“kemiskinan”.
Di
era modern ini, guru yang seperti sosok Umar Bakri tidak lagi terjadi. Sudah
saatnya seorang guru hidup dalam taraf yang layak. Layak dari sisi ekonomi,
ilmu, pengetahuan, dan keterampilan. Apalagi sekarang pemerintah telah
mengeluarkan program sertifikasi guru. Bagi guru berstatus pegawai negeri, gaji
yang diterimanya menjadi dua kali lipat. Sedangkan bagi guru sekolah swasta,
tunjangan sertifikasi dibayarkan pemerintah sesuai dengan standar minimal yang
telah ditentukan. Pekerjaan rumah yang mesti diselesaikan pemerintah saat ini
adalah nasib para guru honorer. Pemerintah harus pintar-pintar merumuskan kebijakan
agar kesejahteraan para guru honorer bisa meningkat. Ringkasnya, pemerintah
harus mampu membuat semua guru, pegawai negeri, guru sekolah swasta, dan guru
honorer, menjadi guru yang kaya.
Menjadi
kaya adalah sebuah kebutuhan. Agama pun menganjurkan umatnya hidup kaya. Karena
kemiskinan akan membawa manusia mendekati kekafiran. Dengan kekayaan manusia
akan lebih mudah untuk berbuat amal. Karena tangan di atas lebih baik daripada
tangan di bawah. Supaya tangan bisa di atas maka kita harus kaya.
Begitu
juga dengan guru. Guru yang kaya akan lebih fokus dalam mengajar. Pendistribusian
pengetahuan akan lebih terkontrol. Mendidik siswanya terasa lebih berasa. Bergaul
pun akan lebih percaya diri. Dan,
beramalnya pun akan lebih bermanfaat. Tinggal bagaimana guru me-manage segala potensi sumber daya untuk menjadi kaya.
Guru
kaya yang penulis maksud tidaklah hanya sebatas kaya harta. Tetapi kaya dalam
arti yang luas. Karena kaya harta sering kali membuat orang lupa. Kaya harta tidak
jarang membuat orang susah. Ada beberapa kekayaan yang harus dimiliki oleh
seorang guru.
Pertama, Kaya
Hati. Memang hati hanyalah segumpal daging yang tertanam dalam tubuh seseorang.
Tetapi hati memiliki makna yang sangat vital
bagi seorang individu. Jika hatinya baik, maka baiklah orang tersebut.
Sebaliknya, jika jelek hati seseorang maka jeleklah perangai orang tersebut. Seorang
yang kaya hati (baik hati) akan disenangi semua orang. Seorang guru yang kaya
hati akan selalu membuat murid-muridnya senang, ceria, dan bahagia.
Kehadirannya selalu dinantikan oleh murid-muridnya. Ketidakhadirannya membuat
murid-muridnya rindu. Ketika bertemu muridnya akan merasa bahagia. Lisannya
terjaga. Sehingga mendengar suaranya saja murid-muridnya akan tersenyum.
Berbeda
dengan guru yang miskin hatinya. Guru seperti ini akan ditakuti oleh
murid-muridnya, bahkan tidak jarang menimbulkan kebencian. Kehadirannya membuat
muridnya gerah. Ketidakhadirannya sangat disyukuri oleh murid-muridnya. Ketika senyum
pun hanyalah senyum sinis sehingga tidak mampu mensenyumkan hati
murid-muridnya. Guru yang miskin hati lisannya pun tidak terjaga dengan baik.
Perkataannya kadang melukai hati orang yang mendengarnya.
Kedua, Kaya
Ilmu dan Pengetahuan. Sebagai seorang professional, seorang guru harus
menguasai ilmu yang luas. Paling tidak ilmu yang berhubungan dengan bidang
studinya. Jangan pernah terjadi seorang guru dicap “bodoh” oleh murid-muridnya.
Oleh karena itu, semua guru harus senantiasa men-charge dan meng-update perkembangan
ilmu pengetahuannya. Di zaman globalisasi seperti sekarang tidak jarang seorang
murid memperoleh ilmu pengetahuan lebih cepat dari gurunya. Jika guru tidak
mengimbanginya dengan cepat, maka tidak segan-segan muridnya memberi label jelek
kepada gurunya.
Ketiga, Kaya
Keterampilan. Sekarang bukan zamannya guru Umar Bakri. Guru yang hanya bermodal
tas kulit dengan sebundel buku untuk dibawa ke dalam kelas. Bukan saatnya lagi
guru hanya menulis di papan hitam berdebu. Sekarang zamannya guru harus memiliki
keterampilan mengelola teknologi. Bukanlah hal yang langka ketika ada guru yang
pintar mengoperasionalkan perangkat IT. Karena sekarang guru senantiasa
dituntut untuk memiliki keterampilan seperti itu. Penggunaan IT dalam mengajar sangat
berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Intinya, dengan kekayaan keterampilan
seorang guru akan mampu merancang dan melaksanakan pembelajaran yang menarik.
Ilmu pengetahuan pun semakin mudah ditransfer kepada murid-muridnya.
Namun,
kendala yang dihadapi oleh guru-guru underqualified
adalah keengganan mereka untuk berlatih menguasai IT. Dalam istilah kerenya
jadi guru gaptek (gagap teknologi). Pikiran mereka selalu didogma dengan mental
yang kolot. Mereka selalu merasa puas dengan gaya klasiknya. Padahal, suatu hal
yang sudah expired jika ada perangkat
pembelajaran yang masih dibuat dengan tulisan tangan.
Keempat, Kaya
Amal. Amal adalah perbuatan. Amal yang baik akan mendapat balasan yang baik (baca;
pahala) pula. Begitu pula amal yang buruk akan memperoleh imbalan yang buruk
juga (baca: dosa). Dengan disertai niat yang baik, rutinitas guru mengajar
dicatat Tuhan YME sebagai amal jariyah. Artinya mengajar adalah sebuah ladang
amal bagi seorang guru. Tetapi amal tersebut harus ditindaklanjuti dengan amal
perbuatan yang lain. Sebagai contoh rajin beribadah, sering bersedekah, serta
amalan lainnya. Kebiasaan baik tersebut bisa menjadi pemantik semangat murid-murid
untuk ikut melakukan hal yang sama. Sehingga guru tersebut benar-benar menjelma
menjadi sosok yang patut diteladani, digugu dan ditiru.
Kelima, Kaya
Pergaulan. Sebagai makhluk sosial, guru tidak mampu hidup secara menyendiri. Hal
ini menandakan bahwa seorang guru senantiasa ingin berkembang. Perkembangan itu
bisa dicapai ketika guru tersebut sering bersosialisasi dengan orang lain, baik
dengan murid, sesama rekan sejawat, kolega, maupun masyarakat umum.
Seorang
guru harus mempunyai ruang lingkup pergaulan yang luas. Ada banyak wadah bagi
guru dalam mencari komunitas pergaulannya. Di tingkat sekolah misalnya, guru bisa
berbaur dengan semua warga sekolah. Murid, teman sejawat, kepala sekolah, dan
tenaga kependidikan bisa menjadi wadah berdiskusi dan sharing informasi. Di luar sekolah, Forum-forum guru menjadi alternatif
bagi guru untuk mengembangkan pergaulan. Organisasi Profesi (PGRI), MGMP, Forum
Ilmiah Guru, dan organisasi (nonpolitik) lainnya adalah contoh wadah pergaulan
guru. Tentunya pergaulan yang bersinergi dengan profesionalitas seorang guru. Masyarakat
juga tidak bisa terlepas dari ruang lingkup pergaulan guru. Guru harus memiliki
kompetensi sosial yang baik di masyarakat. Mengikuti kegiatan keagamaan (menjadi
pengurus masjid dan majlis taklim), lembaga kemasyarakatan (RT/RW) bisa
meningkatkan pergaulan guru.
Seorang
guru yang kaya pergaulannya akan memiliki pengalaman yang lebih matang. Guru
tersebut menjadi lebih dewasa dibandingkan dengan guru yang miskin pergaulan.
Guru yang kaya pergaulan maka kompetensi sosialnya akan lebih berkembang. Hal
ini akan berpengaruh terhadap caranya bersosialisasi dengan murid-muridnya.
Keenam, Kaya
Harta. Harta adalah aset yang dimiliki seseorang. Dengan harta manusia mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin kaya seseorang, maka semakin banyak pula
kebutuhan yang terpenuhi. Seorang guru yang kaya harta akan lebih mudah
memenuhi kebutuhan mengajarnya. Namun, bukan berarti guru yang tidak kaya tidak
bisa seperti itu. Kaya harta bukan sekedar diartikan memiliki banyak harta.
Guru yang kaya harta adalah guru yang bisa mensyukuri segala rezeki yang ada
serta mampu memanfaatkannya bagi kepentingan yang bermanfaat.
Semoga
kita semua termasuk golongan Guru Kaya, kaya hati, kaya ilmu, kaya
keterampilan, kaya amal, kaya pergaulan, dan kaya harta. Mari kita hilangkan
kesan guru “miskin” di negeri kita ini. Sudah saatnya guru menjadi sosok yang benar-benar bermanfaat bagi murid-murid. Wallahu a’lam.
0 komentar :
Posting Komentar