Oleh : Robinson, S.Pd.I
Kepala MI Sinar Islam
Sebuah kebijakan baru kembali digulirkan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI, dengan menetapkan satu lagi Permendikbud RI Nomor
87 Tahun 2013, tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan. Dari 17
Pasal yang ditetapkan ada satu pasal yang menarik untuk kita telaah bersama,
kita renungkan bersama, yaitu pasal 14 yang tertulis “Sebutan profesional lulusan
program PPG adalah guru yang penggunaan dalam bentuk singkatan Gr ditempatkan
di belakang nama yang berhak atas sebutan profesional
yang
bersangkutan”.
Guru
yang berhak menyandang gelar tersebut adalah mereka yang baru saja
menyelesaikan pendidikan Keguruan atau Non Keguruan yang tadinya tidak ada
minat menjadi guru lalu karena “sesuatu” maka beralihlah menjadi guru. Mereka
harus menempuh pendidikan profesi guru prajabatan. yang dalam pasal 10
dijelaskan tentang beban belajar program PPG yang ditetapkan pemerintah lewat
Kemendikbud berdasarkan latar pendidikan sebelumnya.
Adalah
sebuah realita jika sekarang ini profesi guru mulai menjadi “lirikan” dari para
calon mahasiswa yang akan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Mengapa?
Karena Tunjangankah? Atau karena lahir dari hatikah? Atau karena persaingan di
bidang profesi yang lain semakin ketat, dengan asumsi peluang kerja yang
semakin kecil? Tentunya pertanyaan ini tidak boleh dijawab oleh semua orang,
tapi hendaknya dijawab oleh para calon guru itu sendiri.
Profesi
Guru Bukan Profesi “Pelarian”
Profesi apapun di jagat ini pastilah membutuhkan sebuah
kemampuan khusus, apalagi jika kita merujuk kepada pengertian profesi itu
sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dituliskan bahwa Profesi
adalah “Bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan,
dsb) tertentu”.
Dan ketika kita berbicara profesi guru, Lebih dalam lagi,
Dr. Hamka Abdul Aziz, Msi, menulis dalam bukunya yang berjudul Karakter Guru
Profesional, menyatakan bahwa Guru bukan sekedar profesi, dan memang
tidak pernah bisa dijadikan profesi sekedar. Karena Profesi
sekedar adalah profesi yang dilakukan ala kadarnya. Tanpa target apa-apa.
Kalaupun ada target yang ingin dikejar, target itu biasanya (maaf) hanya
bersifat kebendaan atau materi, bukan target yang besar dan mulia.
Pada bagian lain beliau juga menyatakan “Bahwa ketika
seorang ingin menjadi guru, maka dia harus mengubah keinginannya itu menjadi
niat tulus dan tekad. Sebab guru bukanlah profesi yang diawali dengan keinginan
tapi dengan niat yang tulus (ikhlas) dan tekad yang yang kuat.
Tidak bisa kita pungkiri dan kita bantah bahwa sebuah
keinginan biasanya berorientasi kepada sesuatu yang sifatnya materi atau
kebendaan ataupun finansial semata, sedangkan niat yang ikhlas selalu
melahirkan sesuatu yang lebih indah dari yang kita bayangkan.
Beberapa waktu silam atau mungkin sekarang masih eksis,
ketika seseorang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi, jika
beberapa tujuan yang ingin dikejar tidak membuahkan hasil, maka keluarlah
kalimat dari mulut-mulut manis dan cerdas mereka dengan mengatakan “Biarlah
jadi guru saja, dari pada tidak kuliah”. Entah masih ada atau tidak yang jelas
kalimat itu pada masa lalu sering kita
dengar.
Tak
ada niat sedikitpun untuk mengecilkan profesi lain, dan membesar-besarkan serta
mengagung-agungkan profesi guru, guru adalah sebuah sosok yang tidak saja
dituntut untuk cerdas dalam pengetahuan saja, tapi guru juga harus cerdas dalam emosi, dan
cerdas spritualnya. Karena dari tangan-tangan dingin inilah nanti akan lahir
generasi-generasi baru yang Kaffah, sesuai dengan tujuan Pendidikan
Nasional yang kita harapkan dapat terwujud di masa-masa yang akan datang.
Guru
Profesional; Antara Asa dan Realita
Sejak digulirkannya UU Nomor 20 Tahun 2003, PP Nomor 15
Tahun 2005, dan yang terakhir PP Nomor 87 Tahun 2013, eksistensi guru sebagai
sebuah tenaga profesional sudah mendapat pengakuan yang kuat dari pemerintah,
apalagi dengan dasar hukum yang terakhir (PP Nomor 87 Tahun 2013), guru yang
profesional akan diberikan sebutan Gr dibelakang nama penggunanya.
Pengakuan ini membuat perasaan guru bercampur aduk menjadi
satu, bahagia mungkin, terharu mungkin, sedih mungkin, bingung mungkin juga
ada. Yang jelas pengakuan ini nantinya akan membangunkan guru dari tidur lelapnya,
karena sudah menikmati (untuk 6 tahun terakhir ini) tunjangan profesi pendidik,
bagi yang sudah bersertifikat profesi, dengan tunjangan yang difasilitasikan
pemerintah, baik pemerintah pusat, maupun daerah kepada guru-guru yang sudah
profesional tadi sebagai stimulus. Mengapa
dikatakan terbangun dari tidur,,,,? Oh ternyata setelah bersertifikat profesi,
dan sebentar lagi akan ditambah sebutannya dengan Gr. Ternyata tugas
untuk mencerdaskan anak bangsa, membuat mereka cerdas pengetahuannya, cerdas
emosinya dan cerdas spritualnya, yang menjadi hakekat dari tujuan pendidikan
yang sebenarnya, masih terbentang luas didepannya, belum selesai dengan
selembar kertas yang bertuliskan “Sertifikat Pendidik”.
Sederhananya
menurut Hamka Abdul Aziz “guru yang profesional itu adalah dia yang mampu
mengendalikan fungsi otak dan hatinya untuk sesuatu yang bermanfaat dan
bertanggung jawab”. Lalu pada bagian lain beliau juga menyatakan bahwa guru
yang profesional mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Entrepreneurship;
Guru profesional selalu mandiri dalam sikap. Sikap
guru selalu memancarkan kepribadian, kewibawaan, kejujuran dan potensi
intelektualnya yang mumpuni.
2.
Self Motivation;
Guru profesional memiliki motivasi yang tinggi. Dia
memiliki dorongan yang kuat dari dalam dirinya untuk melakukan sesuatu dengan
baik, serta agar bisa terus menerus berada dalam kondisi lebih baik dan lebih
baik lagi
3.
Self Growth;
Guru profesional selalu berupaya mengikuti
perubahan untuk mencapai kualitas diri yang maksimal. Dia ingin tumbuh dan
berkembang bersama atau seiring dengan tumbuh dan berkembangnya para murid.
Sehingga ketika dia berdiri di depan kelas, di hadapan murid-muridnya, dia
tidak terkesan ketinggalan zaman.
4.
Capability.
Guru profesional selalu berkarya untuk membentuk
murid-muridnya dengan segenap kecakapan berdasarkan sumber-sumber yang benar.
Dia pandai mengelola waktu, sehingga saat demi saat yang dilaluinya sangat
efektif dan bermanfaat.
Kalau kita pernah dengar di media atau mungkin disekitar
kita ada satu, dua dokter yang dituntut keluarga pasiennya karena malpraktek, lalu
apa tidak mungkin, jika guru-guru yang tidak memiliki ciri-ciri seperti di atas
nanti yang melakukan mal praktek seperti dokter tadi?
Ada guru ketika sebelum mengikuti PLPG, sangat rajin dan
getol sekali untuk mengikuti kegiatan-kegiatan diklat, workshop, dan
kegiatan-kegiatan pengembangan kompetensi guru lainnya. Dengan harapan ketika
PLPG, lulus dan kemudian diterbitkannya sertifikat pendidik setelah itu cairlah
tunjangan sertifikasinya. Lalu marilah kita lihat setelah sertifikat ada dalam
genggaman, secarik kertas yang sekarang tersimpan dalam lemari file box dengan
rapi dan aman, dilaminating mungkin, karena dengan secarik kertas itu dan
beberapa syarat yang lain, akan mengalirlah tunjangan profesi pendidiknya,
(walau hanya sebagain kecil) tapi ada guru yang sudah mulai enggan mengikuti
kegiatan diklat, apalagi harus membayar dengan uang pribadi, membeli buku-buku
tentang profesi dan kompetensi guru, bahkan untuk berlangganan internet saja
yang kita sudah sangat tahu sekali manfaatnya guna pengembangan wawasan dan
pengetahuan kita tentang berbagai macam disiplin ilmu utamanya tentang
pendidikan, ada guru yang mulai enggan. Alasanya kita kan sudah profesional
toh!
Akhirnya hanya dengan berbekal ketulusan niat dan tekad
yang kuat, apa yang menjadi profesi kita, utamanya guru yang sudah dianugerahi
sebutan sebagai guru yang profesional, hari ini atau besok, atau mungkin lusa, akan
lahirlah sebuah generasi baru, peradaban baru yang jauh lebih baik dari
generasi dan peradaban hari ini. Semoga!
BIODATA PENULIS
NAMA : ROBINSON, S. Pd. I
TTL : TOBOALI, 5 DESEMBER 1973
JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI
PEKERJAAN : GURU PNS KEMENTERIAN AGAMA
ALAMAT : JL. TELADAN AMD GANG DUL TOBOALI
KAB. BANGKA SELATAN
NO.HP : 081995409600
EMAIL : robinandreas73@gmail.com/robin.1973@yahoo.co.id
0 komentar :
Posting Komentar